CERITA SEX SEDARAH KAKAK DAN ADIK
CERITA SEX SEDARAH KAKAK DAN ADIK

CERITA SEDARAH KAKAK ADIK

CERITA SEDARAH KAKAK ADIK

CERITA SEX SEDARAH KAKAK DAN ADIK

 

HUBUNGAN PANAS– Sore ini begitu panas. Cerita Sex CERITA SEDARAH KAKAK ADIK ini bermula di Perjalanan dari sekolah menuju rumah terasa sangat letih meski aku mengendarai motor. Aku tidak pulang sendiri, tapi bersama kakak perempuanku. “Dek, cepetan… panas nih” “Iya kak” “Tapi jangan ngebut kayak gini juga!” “Tadi katanya cepetan, gimana sih kakak ?” “Eh, jangan ngelawan” Duh, kakakku ini sungguh semena-mena. Namaku Rizal. Aku masih kelas 2 SMA saat ini, sedangkan kakakku, kak Amel kelas 3 SMA.
Kami berada di sekolah yang sama.

Jadilah setiap berangkat sekolah atau pun pulang sekolah kami selalu bersama. Bahkan tidak hanya ke sekolah, kak amel sering memintaku menemaninya berpergian, kemanapun dan kapanpun sesuka hatinya. Setelah 30 menit perjalanan menjelajahi jalanan kota yang padat, kami berdua pun sampai di rumah juga. Aku yang sudah lapar langsung menyantap ayam goreng yang kami beli dalam perjalanan pulang tadi. Beginilah jadinya kalau ditinggal berdua dengan kakak yang tidak pandai memasak sama sekali hemm, terpaksa urusan perut kami beli di luar. Seperti saat ini, kedua orang tua kami sedang keluar kota karena ada urusan pekerjaan. Aku hanya berduaan saja dengan kak Amel selama beberapa hari kedepan.

“Ganti baju dulu kenapa sih dek? Main langsung makan aja” ucap kak Amel sambil melepaskan jilbab putihnya. “Bentar deh kak, udah lapar banget nih” “Dasar kamu nih bandel banget sih, besok kan seragamnya masih pake. Nanti kalau kotor gimana??” “Gak bakalan kotor kok…” jawabku santai. Tapi ternyata ucapannya kak Amel itu benar-benar terjadi. Aku yang teledor saat membuka sambel sachet-an menyebabkan sambel itu tumpah ke seragam sekolahku.

Duh! “Hahaha, mamah tuh” ledek kak Amel. Aku hanya melirik sebel ke sana. Kak Amel ini kadang cerewet dan Nyebelin orangnya, meskipun begitu dia kakak yang baik kok. Selalu bantuin aku kalau aku lagi memuaskan, terutama kesulitan bikin PR. Akupun juga sering jadi tempat curhatnya. Obrolan kami juga nyambung jika masalah film dan game. Orangtua kami yang super sibuk dan hanya pulang ke rumah tiap akhir pekan membuatku jadi sangat dekat dengan kak Amel ini. Suatu saat kak Amel menginap di rumah temannya, meski hanya satu malam tapi membuatku sangat kesepian di rumah. Setelah membuka jilbabnya, kak Amel mulai membuka kancing seragamnya.

Nafasku sempat tertahan memandangnya. Tapi Kak Amel terhenti karena dia teringat kalau kak Amel tidak menggunakan baju dalam. Diapun pergi ke dalam ruangan. Kak Amel kemudian ikut makan setelah dia mengganti pakaiannya. Rambut sebahunya itu kini mengikat kuncir kuda. Dia duduk di sampingku. Sesekali dia melirik ke arahku dan tertawa saat melihat noda sambal yang mengotori seragam sekolahku ini. Aku kesal sebenarnya, tapi melihat dia tertawa rasanya membuat hatiku adem dan tenang banget. kak Amel ini memang cantik. Memakai pakaian rumah yang biasa saja cantik.

Sambil makanpun terlihat cantik. Bagaimana bibir tipisnya itu melahap makanan, pipi putihnya yang menggembung karena terisi penuh. Ah, sungguh menawan. Tidak salah kalau banyak cowok terutama teman sekolahnya yang jatuh hati padanya. “Kak Amel, belajar masak aja kenapa sih? Dari pada beli makanan terus,kan boros banget” “Hmm… boleh sih, nanti kita masak bareng yuk untuk makan malam” “masak apa kak ?” tanyaku semangat. “Mi Goreng aja gimana?”

“Yah.. kok mi Goreng sih kak? Itu sih bukan masak namanya kak” “Hahaha. Iya deh, ntar kakak coba masak sesuatu untuk kamu. Dasar di pikiranmu itu hanya makan mulu” ucapnya sambil mengelus – elus kepalaku lalu bangkit menuju dapur membawa piring kotornya. Setelah selesai makan dan beristirahat, sorenya kak Amel memang sedikit sibuk di dapur. Aku juga tidak pandai memasak, jadi aku tidak membantu sama sekali dan menugu aja apa yang akan dimasak oleh kakakku.

Ternyata kakaku hanya masak tahu dan tempe aja. Yah, lumayan lah untuk makan malam hari ini. Tapi rasanya sungguh sangat asin. Kakakku ini memang tidak punya bakat dan keterampilan memasak. Masakannya gak pernah enak dab selalu terasa asin saat bersinggungan. “Udah untung kakak buatin!” “Iya deh iya…” “Hahahaha” Seperti itulah hari-hari yang ku lewati bersama dengan kakakku Amel.

Aku sangat betah di rumah kalau ada dia. Meski kadang ribut dan berantem sampai laga adu argumen, namun rasanya sungguh nyaman bila berduaan dengan kakak Amel. Saya harap hubungan kami tetap seperti ini. Tapi sore itu juga aku melihat sesuatu yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Untuk pertama kalinya aku melihat kak Amel telanjang bulat tanpa sehelai benang pun, basah-basahan! Waktu itu aku mau mandi. Dan aku berjalan menuju kamar mandi, Saat sampai di pintu kamar mandi dan aku membuka pintu kamar mandi, aku terkejut karena ternyata di dalam kamar mandi ada kakakku.

“Eh,Eh,Eh… ma ma ma-maaf kak” ucapku langsung menutup pintu kamar mandi dengan cepat. Aku sempat melihat wajahnya kak Amel juga terkejut melihat aku masuk secara tiba-tiba. Tapi yang lebih parah aku sempat melihat tubuh telanjang kakakku, meski hanya beberapa detik. Aku merasa bersalah pada kak Amel. Ku tau aku akan dimarahi olehnya. Ah, tapi salah dia kenapa pintu tidak dikunci. Dengan perasaan gundah akupun memutuskan untuk pergi dari sana dan kembali ke kamarku. Tapi belum sempat aku balik badan, pintu kamar mandi itu kembali terbuka, dan kak Amel muncul dari dalam kamar mandi.

Ternyata kak Amel keluar dengan Telanjang bulat! “Kak… ba-ba-ba-bajumu!” ucapku sambil memutar tubuhku membelakanginya. Saya tidak berani melihatnya tanpa sehelai benang pun membungkus tubuhnya. Aku malu. Aku juga takut dia marah. “Kamu tadi mau masuk ke kamar mandi yah dek?” tanyanya santai. “Iii-iya kak… ma-ma-maaf” “Lho, kenapa kamu minta maaf?” “So-soalnya aku gak tahu kalau ada kak Amel di dalam Kamar mandi”

“Owh… Kalau kamu mau pakai kamar mandinya, tunggu kakak selesai dulu yah…” “Ii-iya kak” “Adek, kalau kak Amel ngomong lihat kesini dong gak sopan di belakangin seperti itu” “Eh, ii-iya” dengan malu-malu memutar tubuhku menghadap kak Amel. Dia berdiri dengan santainya di depanku dengan tangan sebelah kiri menutupi buah dada serta tangan sebelah kanan menutupi selangkangannya. Pose yang bikin aku jadi panas dingin melihatnya.

Aku berusaha untuk tidak melihatnya langsung, tapi ternyata susah. Takut, tapi pengen lihat karena penasaran dengan tubuh kak Amel. Ah, aku pusing. “Dek! Kok grogi gitu sih?” Tanya kak Amel Kepadaku “Gak kenapa-kenapa kok kak” jawabku berusaha untuk tetap tenang. “Kamu belum pernah melihat cewek telanjang yah sebelumnya?” “Ng-ng-ngak pernah kak” jawabku dengan terbata bata,karna pertanyaan kak Amel ini membuat aku menjadi keringata karna jujur aja selama kehidupan belom pernah liat cewe tanpa sehelai benangpun di depan mata secara langusng seperti ini

“Owh…” ku lihat kak Amel hadir. Dia nampaknya memang bermaksud sedang mengerjai dan menggodaku. Apalagi kak Amel mengetahui aku baru pertama kali melihat cewek seperti ini, senyumnya itu seperti ingin menggodaku. “Emang kakak gak malu telanjang gitu di depanku?” tanyaku memberanikan diri menatap mata kak Amle. “Kenapa harus malu? Lagian Kan sama adek sendiri” jawabnya senyum-senyum. Aaah… meihat senyuman cewek cantik yang sedang telanjang bulat seperti ini di depan mataku sungguh membuatku tidak sanggup menahannya.

“Udah dulu yah, kakak mau lanjut mandi dulu nih entar kelamaan kamu nunggunya. Tapi harus antri yah… gak boleh barengan mandinya” sambil menambahkan matanya. Mendengar ucapannya seperti itu membuat jantungku semakin berdetak cepat dan tak karuan. Kak Amel lalu masuk ke dalam dan melanjutkan mandinya. Sedangkan aku masih tetap berdiri di depan kamar mandi, membatu tak bergerak sedikit pun. Pemandangannya benar-benar membuat darahku bergejolak tak karu karuan. ini pertama kali aku melihat pemandangan yang seperti ini di hidupku. Beberapa saat kemudian kak Amel selesai mandi. Dia keluar dari kamar mandi sudah mengenakan pakaian lengkap.

“Tuh mandi” ucap kakaku sambil lewat dari depanku. Dia terlihat seperti tidak terjadi apa-apa, padahal aku sudah tak tak tau lagi harus bagai mana.

Akupun masuk ke dalam mandi. Tapi bayangan kak Amel telanjang tadi terus terfikir di kepalaku. Tidak mau hilang. Peniskupun punya aku sudah ngaceng dari tadi. “Kak Amel….”

Entah kenapa aku jadi terus terus mengingat dengan detail tubuh kak Amel . Warna kulitnya yang putih bersih mulus tanpa cacat sedikit pun, butiran air yang turun dengan lembutnya di leher, perut serta bagian dada kak Amel. Lekuk tubuhnya benar-benar indah sekali. Bagian yang paling membuat aku bergairah dari tubuh kakakku adalah buah dada yang bening dan bersih itu, meski dia berusaha menutupi putingnya yang coklat itu, tapi tetap bisa terlihat olehku tadi. Putingnya berwarna coklat kan? Arghh… Tanpa sadar aku mulai memegang batang kejantananku dan mengocoknya secara berlahan lahan. Dan untuk pertama kalinya, aku beronani sambil membayangkan kakaku Amel yang cantik dan seksi itu.

Ah… kacau. Berapa hari kemudian… Terlihat orang sudah sangat ramai di sini. Sepertinya teman kak Amel yang sedang mengadakan pesta ulang tahun ini orang yang tajir mampu menyewa restoran mewah seperti ini. Ya… sudah tau dong hari ini aku dipaksa ikut kak Amel ke acara ulang tahun temannya itu. Agak malas sih sebenarnya, tapi mendingan sih dari pada gak ada kegiatan jugak di rumah. Aku dari tadi hanya duduk sendirian sambil minum juss dan memperhatikan kak Amel dari jauh yang sedang bercanda tawa dengan teman-temannya. Mataku terus menatap dan memperhatikan lekuk tubuh yang ada pada kakakku. Memperhatikan gerak-geriknya, tawanya yang sangat indah.

Eh, cantik sekali dan Seksinya kakakku dengan busana kemeja kotak-kotak merah, celana jeans panjang, yang dilengkapi jilbab putih itu. Namun kelamaan menatap kak Amel, aku lagi-lagi terlintas bayangan dirinya yang bugil waktu itu. Bayangan yang sangat sulit aku hilangkan. Kejadian waktu itu menjadi awal aku sering berpikiran mesum ke kakakku. Aku jadi semakin penasaran dengan tubuh wanita termasuk tubuh kakaku sendiri. Aku jadi rajin browsing dan mencari gambar porno atau video mesum.

Namun tetap saja tidak ada pemandangan yang lebih bagus dan indah melebihi pemandangan kak Amel yang telanjang bulat dengan tubuhnya yang basah. Beruntung sekali rasanya aku bisa melihat tubuh kak Amel yang tanpa busana itu, tapi aku merasa agak Jahat juga karena akhirnya beronani dengan membayangkan kakak kandungku sendiri yaitu kak Amel. “Adeeeeek, sini! Ngapain sendiri aja di sana!? Mau kakak kenalin ke teman kakak gak nih?” Panggil kak Amel dari momen yang disertai cekikikan teman. Aku hanya balas dengan senyuman saja dan tidak beranjak dari tempat dudukku, tapi akhirnya malah kak Amel yang datang sambil membawa temannya dan memperkenalkan teman satu-satu aku.

Aku jadi sdikit grogi juga dekat banyak cewek seperti ini. Sepertinya kak Amel sengaja melakukan semua ini padaku. Sengaja membuat aku supaya grogi dengan memperkenalkan pada teman keempat yang memang cantik ini. Ah, kak Amel rese banget sih. “Ini adikmu yang sering kamu ceritakan itu Mel?” tanya salah satu temannya melirik dan memperhatikanku. “Iya… cakep kan adek aku? Dia singel lho… Ada yang mau nggak sama adikku ini? Hihihi” ucap kak Amel. Duh, kak Amel ini bikin malu aja. “Boleh sih, tapi sayangnya aku udah punya cowok” balas teman itu sambil menggodaku yang direspon gelak tawa teman semua.

Aku ikut cengengesan saja melihat mereka. Selama aku berinteraksi dengan mereka. Bukan pembicaraan yang begitu penting. Kebanyakan pembicaraan mereka hanya sekedar menggodaku saja, terlebih kak Amel yang seolah-olah akan mempermalukan ku di depan teman temannya. “Eh, dek, siapa yang paling cantik di kawasan ini?” tanya kak Amel padaku saat kami sudah pulang dari lokasi tersebut. “Hmm… siapa yah… kasi tau gak ya… Hemm…gak ada tuh. Kak Amel rese ah bikin aku malu di depan teman kakak” “Haha, dari pada kamunya ngelamun sendirian di situ.

Emang kamu mikirin apaan sih?” “Gak ada” jawabku , tentu saja aku malu mengakui kalau aku ngelamunin tubuh bugil kakaku waktu itu. “Owh… tapi masa gak ada yang cantik menurut kamu teman-teman kakak sih?” “Ada sih beberapa… kak Via, kak Ochi juga cantik” jawabku mengaku, kecantikan mereka memang gak kalah dengan kak Amel.

Kak Ochi sama-sama memakai jilbab seperti kakakku, sedangkan kak Via memakai kacamata imut dengan rambut panjang lurusnya yang terurai ke belakang. Bisa saja kak Amel punya teman yang cantik begitu ya. Tapi setinggi-tingginya tetap kak Amel lah yang paling cantik dan tidak ada saingannya. “Kalau kamu mau, nanti kakak kasih foto mereka buat kamu, biar kamu punya bahan” ujar kak Amel.

Bahan?

untuk apaan maksudnya kakak?

Bahan koli? Ah, kakakku ini.

“Mikirin apa sih kamu dek dari tadi? Hahaha… lucu tahu gak ngelihat ekspresi wajah mu seperti itu. Kakak jadi ketagihan trus nih godain kamu” ucapnya sambil cekikikan. Ternyata kak Amel memang sengaja menggodaku! Bahkan berkata ketagihan. Kurang terbuka banget kakakku. “Kakak rese” “Hihihi.. biarin. Udah ah, kakak mau mandi dulu ya” “Iyaaaa, sana mandi” “Jangan main nyelonong masuk lagi yah…” “Eh, ng-ngak kok” jawabku tergagap karena malu dengan kakakku, dianya hanya cekikikan sambil memeletkan lidah dan masuk ke kamar mandi. Duh… kak Amel.

Sepertinya kejadian aku yang tak sengaja melihat tubuh bugilnya di kamar mandi waktu itu, membuat dia jadi hobi ngegodain dan bikin aku mupeng. Berbagai macam percakapan dan ulah yang nakal sedikit dilakukannya untuk menggodaku. Namun seperti apa yang kami lakukan ini jadi keterusan. Aku yang sebelumnya merasa berdosa padanya karena menjadikannya objek onaniku kini malah ingin melihat permainan kenakalannya lagi dan lagi. Aku jadi selalu membayangkan dirinya saat mau onani. Kak Amel juga sepertinya suasananya semakin terbawa, tidak lagi seperti hanya ingin menggodaku aja.

 

LAINNYA 
CERITA SEX AKU DAN ADIK SEPUPUKU

 

Dia kini jadi lebih sering memakai pakaian yang memamerkan aurat dan bentuk tubuhnya jika hanya kami berdua di rumah. Entah sengaja atau tidak, Kak Amel juga sering meninggalkan pakaian di dalamnya di kamar mandi. Ingin sekali aku melihat tubuh bugil kakakku itu lagi. Tapi aku tidak berani mencoba mengintipnya saat mandi ataupun mengganti pakaian. Aku takut dia menjadi marah. Kejadian pertama waktu itu jelas karena tidak disengaja, belum tentu dia menyatakan serupa kalau kejadian yang sama terulang lagi.

Namun ternyata keinginanku untuk kembali melihat tubuh telanjangnya akhirnya terwujud. Karena tak lama kemudian aku melihatnya telanjang bulat berlari kecil dari kamar mandi menuju ke kamar kak Amel. Pemandangan yang sukses membuat aku jadi panas dingin! “Maaf yah dek kamu jadi ngelihat kakak telanjang lagi. Kakak tadi lupa bawa handuk” ucapnya santai sambil memainkan mata kirinya aku. Aah… Entah apa jadinya kalau gadis orang tua kami melihat tingkah anak mereka ini. Aku sendiri yang pening melihatnya. Walau aku ini adeknya, tapi aku kan laki-laki normal. Kalau digodain seperti ini terus mana bisa ditahan. Kakakku ini benar-benar nakal dan jail. Ah… aku jadi penasaran ingin telanjang di depannya.

Aku memutuskan untuk mandi juga, tapi aku berpura-pura lupa membawa handuk dan meminta kak Amel mengambilkan handukku. Saat dia tepat di depan pintu kamar mandi, akupun membuka pintu lebar-lebar, menunjukkan penisku yang tegang maksimal di hadapannya. Dianya malah tertawa melihat aksiku itu. “Hahaha, kamu sengaja yah telanjang di depan kakak? Mau Balas dendam? Mesum kamu” ucap kak Amel sambil melempar handuk padaku. “Hehehe” “Terus? Udah? Gitu aja? Cuma berani telanjang aja?” katanya. Aku yang merasa tertantang kemudian nekat mengocok rudalku di depan kak Amel.

Dia yang akhirnya melotot tak percaya aku berani berbuat senekat itu. Namun dia tidak pergi dari sana, terus berada di depanku menyaksikan aku beronani hingga akupun mendapatkan isi dari penisku. Spermaku muncrat dengan kencang, bahkan hampir mengenai kaki kak Amel. Ini merupakan onani ternikmat yang pernah saya rasakan. Onani sambil disaksikan kakakku langsung di depannya.

Setelah aku menjanjikan seluruh spermaku, kak Amel masih diam saja. Aku tidak tahu apa yang dipikirkannya saat ini. Apa mungkin dia akan marah? Atau syok melihat aku yang segila itu? “Gila kamu dek, berani yah kamu… hihihi” ucapnya tertawa geli karena aksiku. Aku hanya garuk-garuk kepala saja. Aku juga tak percaya aku bisa seberani ini. “Jangan lupa dibersihkan tuh spermamu. Kakak gak mau sampai keinjak nanti” suruhnya kemudian dia melangkah dari depan pintu. Akupun mengikuti perintahnya untuk membersihkan wadah spermaku sebelum keluar dari kamar mandi. Meski baru saja mengeluarkan pejuku, tapi tak lama penisku tegang kembali. Bayangan kak Amel lagi-lagi muncul. Aku sepertinya tidak pernah puas membayangi kakakku ini.

Apalagi dia tidak membuatku marah. Apa itu berarti aku boleh melakukannya lagi? Atau bisakah melakukan lebih banyak? Ahhh… Itu membuat penasaran dan membuat penisku semakin tegang saja. Aku memutuskan untuk memastikannya. Setelah mengeringkan tubuhku, aku nekat ke kamar kak Amel dengan masih telanjang bulat. “Hihihi… Adek, ngapain kamu telanjang gitu?” “Kakak aja telanjang aku gak protes” jawabku asal. “Dasar… terus ngapain ke sini? Belum puas dengan apa yang kamu onani?” tanya kakakku dan langsung ku jawab dengan lantang “Belum… hehehe… Tapi maaf yah kak tadi aku onani di depanmu.

Kakak gak marah kan?” “Huuu… Iya gak papa, lagian kakak tahu kok kalau selama ini kamu selalu bayangin kakak tiap onani” “Hehehe, berarti boleh dong aku kembalinya lagi” tanyaku kepada kak Amel “Kamu udah mesum aja yah sekarang, hihihi” “Habisnya kakak sih godain aku terus” “Hihihi… Ya udah. Hmm.. kalau kamu mau, pinjam aja celana dalam kakak biar kamu makin enak bayangin kakaknya.

Udah sering kakak tinggalin di kamar mandi tapi kok gak pernah kamu gunain sih dek?” “Hah? Boleh kak?” Ternyata dugaanku selama ini tidak salah kalau dia sengaja meninggalkan celana itu untukku! Tahu gini dari kemarin sudah aku pejuin celana dalamnya. “Iya… Udah gih sana keluar. Kakak gak mau kamu buang sperma sembarangan di kamar kakak” katanya karena melihatku sudah mulai mengocok-ngocok penisku.

Aku sebenarnya pengen terus di sini, tapi aku tidak mau juga memaksanya. Memintanya untuk menemaniku onani di kamarku saja aku juga belum berani. Aku tidak mau ngelunjak dulu saat ini, karena sudah bagus dia tidak marah dan mengizinkan aku bebas beronani. Bisa-bisa nanti moodnya berubah. Akupun memutuskan untuk kembali ke kamarku. “Dek…” panggil kak Amel sebelum aku beranjak dari kamarnya. “Ya kak?” “Sekali ini aja gak papa deh” “Eh, beneran boleh kak?” “Ya… Buruan!” Ugh, senangnya hatiku, kak Amel ternyata memberi lampu hijau juga untuk onani di kamarnya.

Aku berdiri mengocok penisku sambil memandangi kak Amel yang sedang duduk di tepi tempat tidurnya. Memang tidak ada onani yang lebih enak selain onani sambil ditonton sendiri. Kakakku benar-benar cantik banget. Tidak perlu waktu lama untuk mencapai klimaks. Spermaku kemudian muncrat lagi dengan hebatnya, yang mana kali ini mengotori lantai kamar kak Amel. Kak Amel lagi-lagi tersenyum melihat apa yang baru diperbuat adeknya sendiri di dalam kamarnya. Lalu suruh aku membersihkan lantai. “Udah puaskan?” “Iya kak, makasih ya… hehe” Dia tersenyum manis. Sungguh bikin aku gemas.

Ah… semoga selanjutnya aku bisa mendapatkan lebih dari sekedar onani ucap dalam hatiku. Sejak kejadian itu hari-hariku terasa lebih indah. Selain hubunganku dengan kak Amel memang masih tetap seperti biasa, suka bercanda, suka berantem, dan dia masih sering nyuruh aku seenaknya, tapi kemesuman kami semakin hari juga semakin cabul. Kadang-kadang seharian kami tidak pernah memakai pakaian yang sama sekali, kami beraktifitas di dalam rumah dengan bertelanjang bulat tanpa sehelai kain pun. Tapi biasanya sih hanya kak Amel yang aku minta tidak usah pakai baju, meski tanpa dimintapun dia sering juga keluyuran di dalam rumah tanpa busana. Kalau sudah begitu akupun akan melanjutkan onani dengan bebasnya sambil mengamati tubuh bugilnya. Dia sering menemaniku onani.

Aku kini sudah dipersilakan ngecrot dimanapun yang aku mau, tidak hanya di kamar mandi. Bisa di ruang tamu ataupun malah kamar kak Amel. Asalkan harus segera dibersihkan. Keberadaannya betul-betul membuat betah di rumah, hehe. Namun yang pasti kami melakukan itu jika kami hanya berdua saja di rumah. Kalau orang tua kami pulang, aku dan kak Amel pun berciuman seperti biasa. Terlebih lagi kak Amel yang menjadi sangat sopan dalam berpakaian bila di hadapan papa mama. Sungguh berbanding terbalik bila hanya ada aku di rumah. “Ntar deh kakak kirim foto-foto kakak lewat BBM” bisiknya aku. Ya… terpaksa aku disuruh onani dengan foto-fotonya saja, karena memang tidak mungkin melakukannya seperti biasa karena orang tua kami ada di rumah.

Kalau tetap tidak diketahui, bisa-bisa perbuatan kami akan terjadi. “Sekalian kakak kirim foto-foto teman kakak kalau kamu mau, hihihi” lanjutnya lagi memasukkan mata dengan nakal. Ugh… Tentu saja aku mau. Baik kak Amel maupun teman-temannya sama-sama cantik, sama-sama membuat berhasrat untuk dijadikan bahan coli, hehe Untung saja hanya dua hari Papa Mama pulang, mereka harus segera kembali mengurusi pekerjaan. Akhirnya aku bisa bebas lagi. Siang itu setelah kami pulang sekolah aku langsung menanggalkan pakaianku dan menuju kamar kak Amel.

Dia geleng-geleng kepala sambil tertawa melihat aku yang begitu tak sabaran. “Yuk kak.. cepetan dong… udah pengen banget nih” “Cepetan ngapain?” tanyanya senyum-senyum. “Buka baju kakak, hehe” “Haha, dasar sukak mesum kamu dek…” ucapnya cekikikan. Aku senang karena ternyata dia menuruti keinginanku untuk melepaskan bajunya. Dengan gerakan pelan dan menggoda, dia melepaskan satu-satu pakaian yang menempel di tubuhnya. Dari baju, celana, hingga pakaian dalam. Dia seakan memuaskan mataku untuk memuaskan nafsu pada dirinya.

Akhirnya tubuh telanjang kak Amel terlihat lagi olehku. Aku langsung mengocok penisku sendiri di depannya. Tak hanya itu, aku yang sudah tahan nekat terjun memeluknya. “Adeeeek! Gila kamu main peluk aja” “Habisnya aku kangen kakak” ucapku. Aku sadar aku sungguh nekat memelukya dengan kami sama-sama bugil seperti ini. Tapi aku memang sudah tidak tahan, aku juga menginginkan hal yang lebih dari sekedar onani. Aku pikir dia marah, tapi kudengar dia malah tertawa kecil. Diapun membiarkan aku terus memeluknya, bahkan kami sampai berpelukan di atas tempat tidur. Tanpa sadar kami jadi saling menggerayangi dan berciuman satu sama lain. “Dek, cukup… Jangan keterusan” ucapnya sambil menggerakkan tubuhku.

Aku sebenarnya merasa nanggung, tapi aku takut dia menjadi marah, akupun bangkit dan duduk di depannya. “Kakak gak mau kalau kalau sampai terjadi.. Ingat lho kita itu saudara kandung” “Iya kak… maaf” ucapku “Hmm… bagus deh kalau kamu ngeti” “Tapi kak…” “Tapi apa?” “Boleh gak kalau aku gesek-gesekin aja” ucapku dengan berani kepada kak Amel “Hah? Gesek-gesek dimana?” “Di buah dada kakak, hehe” “Hihihi,

gila kamu… Kamu benar-benar mesum!” “Gak boleh ya kak?” tanyaku lagi “Hmm…. Kakak pikir gak apa deh, asal jangan keterusan” Senangnya hati mendengar kak Amel berkata seperti itu. Dengan dada berdebar akupun mengangkangi tubuh kak Amel, memposisikan penisku tepat di antara buah dada untuk ku gesek-gesekkan. Saat penisku nyelip di antara buah dadadnya, aku langsung memaju mundurkan pinggulku .

Rasanya sungguh nikmat sekali, bagaimana batang penisku berbergesekan dengan kulit dada yang lembut dan kenyal. Aku mengocok penisku di sana sambil ditemani dan tersenyum manisku. Mana yang bisa tahan? Tak butuh waktu lama akupun muncrat. Mengotori wajah serta buah dada kak Amel dengan spermaku. “Makasih kak…” “Iya… dasar mesum. Awas… jangan sampai papa mama tahu” “Iya kak” tentu saja jawabku dengan senang hati.

Jadilah sejak saat itu aku tidak hanya onani biasa saja, tidak lagi hanya menumpahkan spermaku di lantai, tapi juga menggesek-gesekkan penisku hingga aku muncrat di tubuh kakakku sendiri. Baik perut, buah dada, maupun wajah cantiknya. Hari itu aku pulang naik motor sendirian dari sekolah, karena kak Amel pulang naik angkot bersama teman-temannya yang ingin ke rumah kami, bahkan katanya mereka juga sampai nginap.

Aku sebenarnya merasa kesal karena tidak bisa mesum-mesuman dengan kak Amel, tapi ya sudah lah. Setidaknya teman-temannya cantik. Kuperhatikan kedua teman yang datang itu. Mereka adalah teman kak Amel yang dikenalkan kepadanya pada waktu acara ulang tahun. Kak Via dan kak Ochi. Lagi-lagi ada perasaan malu dan deg-degan di antara mereka. Saat mereka ngajak ngobrol, aku lebih dulu terpana dengan kecantikan mereka daripada langsung menanggapi percakapan. “Maaf yah Ndre, kita pinjam kakakmu seharian ini, hihi” ucap kak Via yang juga diikuti tertawaan kak Ochi. Sedangkan kak Amel menyikut kak Via.

“Apaan sih Vi” Duh, mereka bertiga itu sungguh gemesin. Tawa mereka sama-sama manis yang membuat hatiku adem. Seandainya kak Via dan kak Ochi juga kakakku. Tapi punya satu kakak kayak kak Amel juga udah cukup sih, hehe. Mereka lalu masuk ke dalam kamar setelah kami makan siang. Entahlah mereka sedang ngapain. Mungkin sedang menonton film dvd. Hingga akhirnya saat menjelang magrib barulah mereka keluar.

Mereka tampak membawa handuk. “Dek, kami mau mandi dulu yah…” ujar kak Amel sambil melewatiku. “Kalian mau mandi barengan? Udah gede masih mandi bareng, kayak anak kecil aja” balasku. “Biarin, kan kamar mandinya gede” “Iya deh, terserah kak Amel aja” ucapku berusaha cuek meski curi-curi pandang juga ke arah mereka bertiga. Merekapun mandi bersama di dalam kamar mandi. Ingin rasanya aku mengintip mereka, tapi kalau kepergok takut juga.

Belum tentu kejadinnya selalu berakhir manis. Jadilah aku hanya membayangkan saja sambil mendengar percakapan mereka yang berisik. “Waaah…punyamu lebih gede yah Mel, kenyal” terdengar suara kak Via. “Geli ah Vi, dapatnya Ochi tuh yang lebih gede, hihihi” balas kakakku. “Mana? Coba” “Eh, kalian ngapain sih pegang-pegang” protes kak Ochi. “Hihihi… gak ah, gedean punya kamu Mel, tapi kulit Ochi lebih lembut yah… putih lagi” “Amel, itu ngapain bawa hape segala ke kamar mandi?” “Hihihihi” Arrgghhhh… aku ngaceng mendengarnya!

Pikiranku langsung melayang kemana-mana membayangkan tubuh bugil mereka bertiga. Saat mereka keluar, hidungku mau mimisan rasanya melihat mereka bertiga yang hanya memakai handuk. Apalagi kak Ochi yang tadinya mengenakan jilbab, kini juga hanya selembar handuk pendek yang melilit di tubuhnya. Mereka berlalu dengan cueknya di depanku, padahal aku sudah konak berat. Duh… sepertinya seharian ini jantungku akan terus berdegub kencang. Ingin rasanya aku beronani saat itu juga menonton mereka, tapi mereka langsung masuk ke kamar.

Mereka kebanyakan menghabiskan waktu di kamar. Hanya sesekali keluar untuk minum ataupun ke kamar mandi. Saat kak Amel keluar aku langsung menariknya ke kamar mandi karena aku sudah tak tahan dan butuh pelampiasan. “Adeeeek, kamu mau ngapain? Ada teman-teman kakak” “Aku gak tahan kak… sebentar aja kok.. plis kak” “Duh… jangan….” “Ayo dong kak… plissss” Setelah ku desak terus, akhirnya dia mau juga. Akupun langsung menurunkan celanaku dan minta dia ngocokin.

Dia mau ternyata. “Dasar kamu…” “Hehehe” “Eh, kakak tadi foto-foto juga lho sambil mandi, ada video juga. Kamu mau lihat gak? tanmya kak Amel aku Hihihi” “Mauuuuuu!” tentu saja aku mau! “Hush… jangan kencang-kencang suaranya. Nih…” ucapnya sambil menyodorkan ponselnya padaku. Akupun langsung meraih ponselnya. Ku buka galeri dan langsung kutemukan apa yang kucar i.

Foto mereka bertiga sedang mandi telanjang, basah-basahan dan sabun-sabunan! Langsung saja aku menggunakannya sebagai bahan untuk menambah rasa nikmat selagi kak Amel terus mengocok penisku. Saya juga menonton video mandi itu. Bikin aku tambah pengen cepat mincerat karenanya. Benar, tak lama kemudian akupun mengeluarkan spermaku. Tak tahan karena kocokan kak Amel serta foto dan rekaman video ini. Namun saya terkejut karena ada yang menonton aksi kami. Di depan pintu kamar mandi ada kak Ochi! “Eh, Ochi…” “Amel… kamu ngapain?” “Eh… ini… anu… itu…” kak Amel panik. Akupun tak kalah panik karena ada yang memergoki aksi kami. “Duh, aku gak nyang kalau kamu sampai begituan sama adekmu” ucakj kak Ochi “Ini…

Cuma bantuin dia aja kok, gak lebih dari ini.. Please… jangan kasih tahu siapa-siapa” ucap kak Amel memohon. “Hmmm… sebarin gak yah…” “Tolong Chi… jangan kasih tahu siapa-siapa” ucap kak Amel sambil memohon “Hihihi, iya deh… tapi kamu harus traktir makan besok” “Oke deh sip” “Ya udah balik sana, kamu mau ketahuan sama Via juga, hihihi” “Gak lha.. udah dek sana balik ke kamarmu” suruh kak Amel sayang. “Iya kak…” jawabku bangkit segera kembali ke kamarku. Aku tidak terlalu tahu apa yang terjadi setelah itu. sepertinya tidak terjadi hal yang gawat. Kak Ochi sepertinya sungguh megang janjinya.

Untung deh. Tapi kak Ochi itu cantik juga yah, setahuku dia juga punya adek laki-laki. Beruntung juga adeknya punya kakak cantik seperti dia. Tapi aku juga beruntung punya kakak kayak kak Amel, hehe Senangnya tiap hari bisa manja-manjaan dengan kakakku tercinta. Kak Amel sungguh kakak yang sempurna. Udah cantik, seksi, baik hati pula. Hampir tiap hari aku menguras peju karena ulah kakak kandungku ini. Dia sering membuat pejuku muncrat-muncrat gak karuan, tentunya sebagian besar ku tumpah ke wajah atau ke tubuhnya.

Aku ingin berduaan terus bersamanya, ingin mesum-mesuman terus tiap hari dengan kak Amel, tapi hari ini orang tua kami lagi-lagi datang berkunjung. Sehingga aku jadi tidak bisa ngapa-ngapain, padahal kantong zakarku sudah pengen dikeluarin lagi isinya, tapi gak ada kesempatan. “Adek! Ayam di piringmu masih ada kok comot punyanya kakak sih?”

“Tapi jangan dilihat juga ambil ayamnya kakak dong!” katanya kesal sambil mencomot balik ayam goreng di piringku. Hehe, kadang-kadang memang menyenangkan bikin dia kesal begini. Meski marah tapi dia tetap saja terlihat cantik dan menggairahkan. Siapa sih yang gak pengen punya kakak kayak kak Amel? “Sudah… kalian ini dari dulu berantem terus sih? Tapi kalau lagi akrab, lengket banget kayak lem” ujar mama geleng-geleng melihat tingkah kami berdua. “Tau tuh Ma, adek tuh ngeselin banget! Udah sering dapat paha juga! Dia bete kayaknya keinginannya gak kesampean,” ujar kak Amel tersirat di hadapan Papa Mama.

Tentunya hanya aku yang tahu kalau maksudnya itu adalah pahanya kak Amel, dan benar kalau aku lagi kesal karena tidak bisa menyentuh kakakku ini dari tadi pagi. Aku pengen banget nyelipin penisku di paha mulusnya itu. Menggesek-gesekkan penisku di sana sampai aku memuntahan sepermaku lagi yang banyak. Di dadanya juga boleh. Pasti enak banget gesekin penisku di antara dua buah dada yang kenyal itu. Papa Mama ini kenapa pulang sih!? Saat Papa Mama di rumah tentunya kak Amel berpakaian yg bisa dibilang sopan meski tidak tertutup amat. Celananya setidaknya selalu di bawah lutut.

Dia juga kelihatannya memakai dalaman. Sungguh berbeda jika hanya berdua denganku yang pakaiannya sungguh sembarangan amat, nyaris telanjang, bahkan kadang beneran telanjang bulat keluyuran di dalam rumah. Ugh, andai Papa Mama tahu kelakuan putri mereka ini. Terutama Papa, papa itu orangnya sangat keras mengenai cara berpakaian. Bisa jadi jantungan mereka kalau melihat putri mereka ini mengumbar auratnya secara sembarangan. Untung saja hanya aku yang mengetahui kelakuan nakal kak Amel. heheheh

Akhirnya selesai juga makan malam yang dipenuhi gangguan antara aku dan kak Amel itu. Setelah cukup lama ngobrol-ngobrol bersama di ruang tamu, orang tua kami lalu masuk ke ruangan untuk beristirahat, begitupun kak Amel yang katanya ingin bikin tugas. Aku juga kembali ke kamarku. Huh, terpaksa aku hanya beronani sendiri malam ini. Hanya nonton bokep JAV yang baru ku download. Jam sudah menunjukkan pukul setenah duabelas malam. Aku memutuskan untuk tidur saja, namun aku ke dapur dulu untuk minum. Suasana di luar kamar sudah gelap karena lampu-lampu sudah dimatikan.

Dari cahaya remang-remang itu aku lalu melihat seseorang di dapur. Kak Amel! Aku bertemu kak Amel yang sepertinya juga ingin ambil minum di dapur. Tapi yang bikin aku terkejut bukan itu, kakakku itu hanya memakai baju kaos saja! Tanpa celana maupun celana dalam sama sekali! Baju kaos warna merahnya pun terlihat tidak bisa menutupi vaginanya. Nekat amat! “Kak…!” memanggilku sambil berbisik keras.

“Hmm? Napa dek?”

“Kok cuma pake begituan sih? Ntar Papa lihat!” “Kan mereka di kamar dek…” jawab kak Amel dengan santai. Duh, kak Amel ini! Bisa-bisanya dia tenang-tenang saja hanya memakai kaos begitu keluyuran di dalam rumah, padahal lampu kamar Papa Mama masih menyala, yang berarti mereka masih belum tidur. Kalau nanti tiba-tiba mereka keluar kamar untuk minum atau ke kamar mandi bagaimana coba? Entah apa yang akan terjadi kalau mereka melihat kak Amel yang mereka kenal sopan santun ini malah berpakaian begitu. Ugh, aku yang malah jadinya berdebar-debar.

“Tapi kan kak…” aku mencoba mengatakan apa yang aku cemaskan, tapi belum selesai aku bicara, kak Amel sudah menempelkan telunjuknya ke bibirnya agar menyuruh aku diam, lalu memasukkan mata dengan nakal. Sambil tetap memegang gelas, Kak Amel kemudian berjalan ke arah ruang tengah, lalu berhenti tepat di depan pintu kamar Papa Mama. Astaga! Aku gemetaran melihat tingkah kakak kandungku yang super nekat itu.

Dia seolah-olah menantang kegelisahan hatiku. Aku mencoba memanggil kak Amel tanpa suara dan dengan isyarat tangan, tapi kak Amel lagi-lagi mengacungkan telunjuknya di depan bibir. Dia lalu minum seteguk lalu tersenyum manis padaku. Senyum yang berarti dia masih akan menunjukkan sesuatu padaku. Benar saja! Satu tangan yang tidak memegang gelas kemudian mengangkat ke atas, gayanya seperti akan mengetuk pintu kamar Papa Mama! Sumpah, aku panas dingin dibuatnya. Tubuhku lemas.

Entah apa jadinya kalau kak Amel beneran mengetuk pintu kamar Papa Mama. Tolong kak… hentikan… Untung saja kak Amel tidak benar-benar melakukan itu. Dia hanya sekedar menempelkan telapak tangannya saja di pintu kamar Papa Mama, bukan mengetuk. Tapi aksi nakalnya masih belum selesai. Dia lalu memutar tubuhnya kemudian minum sambil berdiri bersandar di pintu kamar Papa Mama! Ih… kak Amel…. Ampuuun.

Kakakku ini betul-betul hobi bikin aku jantungan. Puas melihat aku mati kecemasan di sini, kak Amel pun kembali ke dapur tempat aku berdiri. Kak Amel sungguh nakal! Aku sungguh gemes punya kakak kayak dia. Ekspresinya yang diimut-imutkan itu bikin aku gak tahan untuk memeluknya. “Kak Amel…” aku langsung menerkamnya saat dia kembali ke dapur, ku peluk kakak kandungku yang cantik ini erat dari belakang. “Adek! kamu ini main peluk-peluk aja sih!?” Ucapannya seolah tanpa dosa dengan apa yang sudah dia lakukan.

“Kak Amel nakal banget sih… kalau ketahuan Papa Mama gimana coba!?” “Ketahuan apa?”

“Ketahuan kalau kakak bajunya sembarangan begitu sama Papa Mama” “Hihihi, iya yah… mereka kan taunya kakak selalu sopan dan tertutup yah dek… hihihi”

“Iya… makanya…” “Iya deh… tapi pelan-pelan dong meluknya” pintanya.

Kurenggangkan pelukanku. Senangnya ternyata kak Amel memperbolehkanku untuk terus memeluknya. Aku sangat menyukai saat-saat kakakku ini ada di dalam pelukanku. Rasanya nyaman sekali, tapi juga membuat nafsuku jadi naik aja, apalagi karena ulahnya melebur itu. Penisku sampai kembali ngaceng maksimal meskipun aku baru saja beronani. “Dek…”

“Burungmu bangun lagi yah?”

“Iya kak… udah kangen sama kakaknya, dari pagi gak dapet apa-apa, hehe..”

“Hihihi… kasian” Kak Amel lalu melanjutkan minum. Dia terlihat lama sekali menghabiskan udara yang ada di dalam gelasnya, seakan membiarkan aku untuk berlama-lama memeluknya. Mungkin dia memberiku sedikit kesempatan karena seharian ini aku tidak bisa ngapa-ngapain terhadapnya. Rasanya senang sekali. Kakakku ini sungguh pengertian. Akupun terus memeluknya sambil sesekali mengecup pundak dan leher kak Amel. Tapi tentu saja hanya sekedar memeluk saja masih kurang ideal. “Kak…”

“Hmm? Apa dek?”

“Aku pengen dong…” pintaku sambil tetap memeluknya dari belakang. Sambil berkata demikian aku juga sedikit menghentakkan pinggulku ke depan berharap dia mengerti maksudku. “Pengen apaan dek? Minum juga? Nih…” ujar kak Amel sambil menyodorkan gelas yang masih berisi sedikit air padaku. Hah, kak Amel ini. Dia pura-pura gak tahu apa gimana sih? Akupun nurut-nurut saja menghabiskan air putih dari gelas yang disodorkannya karena aku memang haus. “Udah?” tanyanya sambil meletakkan gelas ke wastapel.

“Kurang kak…”

“Dasar… udahan ah, kakak mau bobok” sambil mencoba menepis diterima di pinggangnya, tapi ku tahan. Aku betul-betul pengen berduaan dengan kak Amel lagi malam ini. “Kak…”

“Apa sih…?”

“Aku ikut tidur di kamar kakak dong…” “Huuu… alasan aja pengen tidur bareng, bilang aja pengen bi-kin ko-tor kakak lagi. Iya kan?” ucapnya menekankan kata ‘bikin kotor’.

“Hehehe, iya… tahu aja kak Amel. Aku pengen pejuin kakak lagi, kangen nih…”

“Kangen apaan, belum juga sehari” “Berarti boleh kan kak?”

“Gak ah…”

“Yah kak… boleh dong… ntar aku panggil Papa lho biar dia liat kalau bajunya kakak pamer-pamer aurat kayak gini, hehe” ancamku sambil menyibak-nyibakkan baju kaosnya yang memang tidak bisa menutupi bagian vaginanya. “Iihh.. jahat banget sih kamu dek pake ngancam kakak semuanya. Ntar kakak kasih tau juga lho kalau kamu tiap hari pipisin kakaknya sendiri pake peju, hihihi” “Biarin…”

“Dasar kamu! Ya udah boleh deh tidur bareng, soalnya besok seharian kamu pasti gak bisa apa-apain kakak lagi, hihihi… Tapi sebelum subuh kamu harus balik ke kamarmu ya dek..” “Oke kak…” Uhhhh… aku senang banget. Akhirnya bisa juga manja-manjaan sama kak Amel meski ada orang tua kami di rumah. Gak sabaaaaaar. “Tapi sebelum kita ke kamar…” dia menggantung memotong kata-katanya.

“Ngapain kak sebelum ke kamar?” “Hmm.. Kamu penasaran gak dek, kalau kita manja-manjaannya di sana dulu” ucapnya sambil menunjuk sofa di ruang tengah, di depan kamar Papa Mama. “Hah?? Di sana kak?” Apa sih yang dipikirkan kakakku ini. Masa bermanja-manjaan di depan kamar Papa Mama sih? Kak Amel sungguh nakal, suka banget cari bahaya gitu. “Iya.. pengen coba nggak kamunya?” tanyanya lagi dengan senyum nakal, bikin aku gregetan saja. “Tapi kan kak… kalau kita ketahuan gimana dong? Di kamar kakak aja deh… jangan yang aneh-aneh…”

“Yakin? Padahal kalau kamu mau, kakak bakal kasih kamu hadiah lho…” “Hah? A..apan kak?”

“Hihihi… dengar kakak bakal kasih hadiah langsung semangat kamunya. Nanti dong… jawab dulu, kamu mau nggak nih?” tanyanya lagi. Ugh, apa yang harus aku lakukan? Aku betul-betul penasaran bagaimana rasanya, tapi risikonya terlalu besar jika kami berduaan dan bercumbu di sana. Melihat ulah kak Amel tadi saja aku sampai panas dingin, ini malah mengajakku bermesra-mesraan di sana. “Coba dulu yuk…” ajaknya lagi. Aku bingung, tapi nafsu dan rasa penasaranku jauh lebih besar, ketahuan-ketahuan dah. Akupun mengangguk mengiyakan ajakannya.

“Iya deh kak…” jawabku yang disambut senyuman manis nan nakal darinya. Kak Amel lalu membimbingku ke ruang tengah dengan pemandangan yang menarik. Sambil kami berjalan ke sana, dia terus memandangku dan tersenyum manis, seolah berkata kalau tidak akan apa-apa. Kak Amel memang tidak terlihat santai juga, aku tahu kalau dia sedang berdebar-debar cemas sekarang. Dia juga takut kalau perbuatan kami akan diketahui oleh Mama dan Papa. Tapi demi sensasi baru yang akan kami dapatkan, kami pun nekat jadinya. Sesampainya di sana, kak Amel lalu dudukan aku ke sofa. Dia kemudian duduk di pangkuanku.

Vaginanya yang tidak tertutupi itu tepat berada di cetakan atas penisku yang masih tertutup celana. Dengan manis tersenyum padaku, kak Amel lalu mendekati wajahku untuk menciumku. Dadaku berdebar-debar, kami akan berciuman di depan kamar Papa Mama! “Cup” Aku dan kakak kandungku ini kemudian berciuman dengan panasnya, mencium penuh nafsu dan ketegangan karena kami melakukannya di dekat kamar Mama Dan Papa. Benar saja, sensasinya jauh lebih luar biasa dari ciuman yang biasa kami lakukan. Akupun mempererat memeluk kakakku. Tubuh kami menempel. Aku dapat merasakan kalau dadanya juga berdebar kencang saat ini. “Enak kan dek?” bisiknya pelan di telingaku.

“E..enak kak” jawabku lirih.

“Mau lanjut di kamar atau terus di sini hayo?”

“Di sini aja deh kak, hehe” jawabku. Dia sambil tersenyum menahan tawa, mungkin merasa lucu karena aku tadi menolak ajakannya untuk mesum-mesuman di sini, namun sekarang malah ketagihan. Kak Amel kemudian memagut mesra bibirku lagi. Kamipun kembali berciuman. Cukup lama kami berciuman. Aku dan kak Amel juga terus saling bertukar air liur. Sebuah perbuatan yang sangat ganjil tentunya jika sampai dilihat oleh orang tua kami. Tapi kami terus melakukannya lagi dan lagi, bahkan semakin pembohong dengan saling melengkungi mulut satu sama lain, berciuman, meludah lagi, berciuman lagi, mengemis lagi, begitu terus berkali-kali. Hawa semakin panas. Tubuhku dan tubuh kakakku sudah mulai berkeringat.

Aku yang horni bahkan menjilati butiran keringat kak Amel yang ada di wajah cantiknya sampai ke meniru. Aku sungguh menyukai apapun dari tubuh kakak kandungku ini, termasuk keringatnya. aroma tubuhnya yang berkeringat juga membuat aku semakin bernafsu. Kak Amel tersenyum manis sambil menahan geli karena aksi jilat-jilatanku itu. Akhirnya diapun ikut-ikutan menjilati dan membasuh wajahku langsung dengan lidahnya. Entah berapa lama kami melakukannya, saling menelan air liur dan menjilat keringat di sini, namun yang jelas ku lihat lampu kamar orang tua kami sudah mati, mereka sudah pergi tidur. Tapi hal itu malah membuat aku kecewa. Entah kenapa aku malah berharap perbuatanku dan kak Amel ketahuan oleh orang tua kami.

Membayangkan kalau perbuatan kami benar-benar akan ketahuan membuat aku semakin horni. Apakah kak Amel juga berharap demikian? Karena ku lihat sekarang dia sudah mulai melepuh perlahan seolah ingin membangunkan orang tua kami. Suara decakan bibir kami yang beradu juga semakin keras. Aku juga mengeluarkan suara menyebut-nyebut nama kakakku. dia membuat menjadi sungguh bernafsu pada kakak kandungku ini.

Aku ingin sesuatu yang lebih dari ini. Sesuatu yang lebih beresiko dan gila bila sampai ketahuan orang tua kami. Suatu perbuatan yang lebih tidak pantas dilakukan oleh saudara sekandung. Seakan mengetahui isi kepalaku, kak Amel kemudian berbisik memanggilku.

“Dek…”

“Y..ya kak?” “Mikirin apa sih?” tanyanya manja. “Eh, itu… katanya kakak mau kasih aku hadiah, hehe” “Oh… mikirin itu” “I-iya kak… emang apa sih hadiahnya” “Hmm… kakak pikir gak apa deh sekali-kali kasih kamu itu”

“Itu? Itu apa maksudnya?” Kak Amel tidak menjawab, dia hanya tersenyum-senyum manis saja padaku. “Tapi kamu jangan berisik yah… eh, tapi kalau berisik dikit juga gak apa kok… hihihi” Ugh, kak Amel… Dia berharap aku berisik agar Papa Mama kami memergoki??

“Apaan sih kak?” tanyaku lagi sungguh penasaran. Tapi dia lagi-lagi hanya tersenyum manis, kali ini disertai kedipan mata kiri sambil permintaan kepala. Ugh.. imutnya. Kak Amel lalu turun ke bawah, dia menurunkan celana pendekku dan celana dalamku. Penisku yang tadi tegang itupun langsung bebas berdiri tegak di hadapannya. Jangan-jangan dia akan… “Slruup” Kak Amel memasukkan penisku ke dalam mulut!

Dia mengulum penisku! Aah… rasanya sungguh tidak terkatakan. Akhirnya aku dapat merasakan penisku di dalam rongga mulut kakak kandungku sendiri yang cantik ini. Jadi inikah hadiah dari kak Amel itu? Tapi kenapa harus di saat sekarang ini? Di waktu Papa Mama di rumah, bahkan di sebelah kamar Papa Mama? sepertinya kak Amel berpikir sama denganku. Karena keberadaan Papa Mama lah yang membuat kami nekat ingin mencoba sensasi yang lebih gila. “Kak Amel…” erangku.

Aku tidak kuat untuk tidak bersuara memanggilnya. Dia sendiri merespons panggilanku dengan menatap dalam-dalam, bahkan berusaha tersenyum meski mulut penuh oleh penisku. Kak Amelku yang cantik terlihat semakin tambah cantik dengan wajah berkeringat sambil mengulum penisku itu. Saya semakin berharap-harap cemas orang tua kami membuka pintu kamarnya dan memergoki tindakan yang tidak wajar kami sebagai saudara sekandung ini. Ma.. Pa… lihat… Kak A meyang kalian kenal sopan dan alim sedang menyepong titit adek kandungnya sendiri, batinku berteriak. Aku hanya bisa menikmati perlakuan kak Amel pada penisku. Dia menjilati apapun yang dibawa sana, mulai dari batang penisku, buah zakar, sampai mengulum rambut kemaluanku hingga basah oleh liurnya. “Enak dek?” tanyanya kemudian sambil tetap mengocok pelan batang penisku.

“E..enak kak.. makasih yah…”

“Lakukan apapun yang adek mau ke mulut kakak yah… bebas kok…” sambil tersenyum lalu kembali melanjutkan mengulum penisku. Lakukan apapun yang aku mau? Maksudnya kak Amel? Jika menjawab pertanyaanku, kak Amel lalu diizinkan untuk dibaringkan di kepalanya, lalu sambil memegang dia akan menekan kepalanya sendiri sehingga penisku semakin masuk ke mulut dan memenuhi isi mulut. Jadi inikah maksudnya memperbolehkan aku untuk memperlakukan mulutku sesukaku? Boleh menekannya dalam-dalam ke selangkanganku jika aku memang mau? Tentu saja aku mau. Akupun melanjutkan terus melakukannya. Ku tekan kepala kakak kandungku ini lagi sampai mentok ke kerongkongannya. Beberapa saat kemudian ku tarik kembali, lalu ku tekan kembali dalam-dalam, lalu ku tarik kembali, begitu seterusnya sampai aku puas.

Semakin lama mengocok penisku dengan mulut semakin cepat. Suara peraduan penisku dan rongga mulut semakin menjadi-jadi. Aku semakin berharap Mama dan Papa kami mendengar suara aneh ini sehingga mereka keluar kamar dan melihat aksiku ini. Dadaku semakin berdebar-debar tidak karuan. Sensasinya sungguh luar biasa. Saking bernafsunya, aku sampai menahan kepala kakakku itu sangat lama di selangkanganku.

“Eh, ma..maaf kak” saat aku tersadar kak Amel sudah mangap-mangap di bawah sana. Segera ku lepaskan kepala kak Amel. “ Ngghh…” Ku lihat ada air mata di pinggir matanya. Wajahnya memerah. “Ma..maaf kak… terbawa suasana” ucapku lagi, tapi aku melihat dia masih saja membuatku tersenyum. Bahkan berusaha memasang wajah imut meski nafasnya sudah ngos-ngosan begitu. “Sssttt! Gak papa, berisik ih adek, ntar kita ketahuan lho…” katanya berbisik pelan masih dengan nafas belum teratur. “Lagi adekku sayang?”

“Iya kakakku sayang terusin lagi kak…”

“Genjotin mulut kakak kandungmu ini sesuka hatimu” katanya sambil tersenyum manis. Argh, kak Amel benar-benar gemesin. “Iya kak Amel… aku bakal genjot mulut kakak tanpa ampun” jawabku dalam hati mengikuti apa yang dikatakannya. Akupun kembali menggenjot mulut kak Amel. Menghujam kerongkongan kakak kandungku yang cantik ini lebih kasar dari tadi, semakin kasar dan semakin kasar.

Kak Amel terlihat sangat dingin, sampai ingin muntah. Sebenarnya aku tidak tega, tapi nafsuku yang sangat tinggi membuat aku tidak ingin berhenti menggenjot kerongkongankak Amel, lagian dia sendiri sudah memperbolehkan aku untuk melakukan apapun yang aku mau di mulut. Kak Amel benar-benar luar biasa, kalau begini terus aku bakalan muncrat. Sensasi mengetahui yang sedang mengulum penisku ini adalah kakak kandungku sendiri betul-betul membuat aku melayang. Pakaiannya yang hanya memakai baju kaos juga membuat aku semakin bernafsu. Tapi aku berharap aku juga dibolehkan ngentotin mulut yang di bawah. Kira-kira dia bakalan ngasi nggak yah? Tapi untuk saat ini yang mulai saja sudah lebih dari cukup.

Begini saja sudah sangat ganjil kami melakukannya sebagai saudara sekandung, di depan kamar Mama Papa kami pula. Akhirnya aku tidak bisa menahan-nahan lagi laju pejuku. Aku ingin menggenjot mulut mungil kakakku ini sampai aku muncrat-muncrat. Kak Amel sendiri tampak rela bila aku memang ingin ngepejuin rongga mulut. Setelah beberapa saat kemudian aku merasa tidak kuat lagi. Pa.. Ma.. aku ngepejuin mulut kakak… Croooootttt… croooooot….

Pejuku muncrat-muncrat di dalam mulut kak Amel. Semua isi kantong zakarku kini dipindahkan ke dalam mulut kakak kandungku yang cantik dan imut ini. Jika Papa kami melihatnya pasti aku sudah dihajar habis-habisan. Entah berapa kali semprotan, tapi ku tahu itu sangat banyak. Saya dapat melihat leleran peju mengalir di sela-sela bibirnya. Setelah selesai membuang peju ke mulut, kak Amel lalu menunjukkanku spermaku yang ada di dalam mulut. Dia memanjakan mataku dengan memainkan peju itu dengan lidah, mengunyah-ngunyahnya, serta berkumur. Yang membuat takjub adalah ternyata akhirnya dia menelan itu semua! Calon keponakannya dia telan semua masuk ke lambungnya! “Udah kan dek? Puas?”

“Puas kak… makasih… hehe” “Ini perbuatan kita udah jauh jauh lho dek… malah nekat di depan kamar Papa Mama pula” “Gara-gara kakak tuh…” “Tapi seru kan? Kamu suka kan dek?” tanya kak Amel saya “Suka sih… hehe” “Gak boleh minta lebih yah kamunya… cukup sampai segini aja yah…” katanya kemudian. Aku sebenarnya ingin lebih dari ini, sangat menginginkannya. Aku rasa kak Amel sebenarnya di dalam hatinya pasti juga penasaran bila perbuatan kami lebih dari ini, tapi sepertinya dia menahan-nahannya karena kita memang saudara kandung. “Udah yuk dek, kita bobok” ucap kak Amel sambil berdiri. Ku hanya mengangguk sambil membiarkan lagi dituntun olehnya menuju ke dalam ruangan.

Sebelum ke kamar, kak Amel mampir dulu ke kamar mandi, pengen pipis katanya. Akupun menemaninya ke kamar mandi. Saat dia masuk, dia tidak menutup pintu, langsung jongkok di lantai kamar mandi dan kencing di sana. Pemandangan yang membuatku berhenti nafas! Aku melihat kakak kandungku yang cantik ini kencing di depanku! Mataku seakan tak mau lepas menyaksikan bagaimana lubang vaginanya itu mengucurkan cairan kuning dengan derasnya.

Kepalaku semakin pusing saat melihatnya malah tersenyum manis padaku. “Kenapa dek? Kamu pengen pipis juga?” “Eh… nggak kak…” “Kalau gitu bantu cebokin kakak dong…” “Hah?” “Gak mau?” Ugh, tawaran yang gila dari kakakku meminta adiknya sendiri untuk bantu cebokin dia. Aku sampai susah berkata-kata dibuatnya. Tapi tentu saja aku tak menolak tawaran itu. Akupun masuk ke kamar mandi, mengambil air dengan gayung, lalu menyeboki kak Amel.

Saya juga menyiram lantai kamar mandi hingga bersih kembali. Sempat terbersit hal gila di benakku untuk mencoba bagaimana rasa air seninya. Ah… aku semakin kacau. Setelah selesai, diapun bangkit dan menarik kembali dan membimbingku untuk kini menuju ke dalam ruangan. Untuk berjaga-jaga, pintu kamar kak Amel sudah dikunci. “Udah dek… bobok gih, masih aja gerepe-gerepe kakak.

Emang belum puas apa?” tanyanya heran karena aku masih saja maraba-raba buah dada dari balik kaosnya. “Belum kak, hehe…” Aku emang belum puas menikmati tubuh kakakku ini, dan gak akan pernah puas. “Dasar… Kakak mau bobok tau! Ya udah… tapi cuma peluk-peluk dan gerepe aja… Gak boleh gesek-gesek, eh, gesek-gesek dikit gak papa sih… hihihi” “Hehe.. makasih kak Amel” Ugh, kak Amel betul-betul gemesin! “Mimpi indah yah dek…kakak bobo dulu” “Iya….” Akupun malam itu tidur seranjang dengan kak Amel yang masih tetap hanya mengenakan baju kaosnya tanpa bawahan sama sekali .

Aku juga masih tidak mengenakan celana. Jadinya penisku bersentuhan langsung dengan bagian pantat dan permukaan vaginanya yang terbuka bebas itu. Aku tidur dengan kak Amel menjadi gulingku. Guling cantik yang bisa aku peluk dan aku gerepe sepuas hatiku. Aku melakukan hal mesum itu sampai akupun ikut tertidur dan tertidur sambil memeluknya. Aku sangat senang karena waktu tak sengaja terbangun tengah malam, justru aku yang sedang dipeluk kak Amel ini.

Aaahh… Aku ingin terus seperti ini. Aku sedang enak-enaknya tidur, namun tiba-tiba ada yang menyentil keningku. Akupun langsung terbangun sambil mengaduh kesakitan. Ya… siapa lagi pelakunya kalau bukan kakakku yang cantik dan imut ini. “Hahaha, bangun juga kamu” “Kak… gak ada cara bangunin yah lebih enak apa?” ucapku kesal sambil mengusap keningku. Bangunin pake ciuman di bibir kek gitu biar romantis dikit. Hah! “Hahaha, maaf deh… Habisnya buru-buru, udah subuh nih, cepetan balik ke kamarmu gih!” suruhnya kemudian. Tentunya saya setuju, saya masih ingin berlama-lama bersamanya.

Apalagi melihat dirinya yang masih hanya mengenakan kaos saja di tubuhnya itu, sungguh membuat birahiku naik. Subuh-subuh bangun, dengan kakak cantik di atas kasur, yang pakaiannya tergeletak begitu, adek mana sih yang gak bakal ngaceng?? Hehehe. “Nanti deh kak, bentar lagi…” ujarku sambil berusaha memeluknya, tapi kak Amel menahan tubuhku. “Adeeek udah!

Bentar lagi papa mama bangun tuh… Emang kamu mau kita ketahuan? Kan kamu udah janji bakal balik ke kamarmu sebelum subuh!” Hmm… Benar sih yang dikatakannya. Aku tidak mau juga melakukan perbuatan kami yang tidak pantas dilakukan adik kakak ini yang diketahui oleh Papa Mama. Tapi setidaknya aku harus mendapatkan sesuatu dulu sebelum kembali ke kamarku. “Yaaaah… kakaaaak…” “Kalau gak ada papa mama kakak mau deh nemenin kamu,” ujarnya dengan senyum manis. “Iya nih, Papa Mama gangguin aja” balasku. Kak Amel tertawa mendengarnya, sebelum akhirnya dia menyuruhku lagi untuk keluar .

“Kasih mencium dulu dong kak…” “Aduh kamu ini… ya udah” “Aku di bawah, kakak cium aku dari atas” pintaku sambil kembali merebahkan badanku. “Dasar ih” Dia akhirnya mau-mau juga untuk memberi waktu sedikit untukku. Tentunya saya menggunakan waktu ini sebaik dan secabul mungkin. Sambil berciuman di dalamnya aku juga meraba-raba tubuhnya, terutama pantat bulatnya yang tak tertutup itu. Perut, punggung, pinggul, hingga paha mulusnya juga tak luput dari gerepe-gerepean diterima. Kak Amel tidak memprotes. Justru sepertinya membuat dirinya semakin horny karena ulahku, nafasnya semakin berat. Ciuman kami bahkan sudah berubah menjadi saling berbagi liur. Lama-kelamaan malah hanya kak Amel yang asik menumpahkan liurnya ke dalam mulutku.

Tentunya saya terima dengan senang hati. Tak cuma itu, penisku dan vaginanya juga bergesekan sambil dia terus menyuapi aku dengan ludahnya yang membuat aku semakin bernafsu aja. Kalau dipikir-pikir kelakuan kami semakin gila saja, tapi aku menyukainya. Entah sudah berapa kali dia memposting ke mulutku, tapi aku masih belum pernah puas. Ingin lagi dan lagi. “Hihihi… Kok jadi kakak nyuapin kamu gini sih? Enak? Udah kenyang belom dek?” tanyanya menjawil hidungku sambil bangkit dan duduk di atas pinggangku, tepat menghimpit penisku yang tegang.

“Belum kak…” “Kok masih belum sih? Mulut kakak udah pegel tau ngumpulin ludah buat kamu… Hmm.. ya sudah… satu menit lagi aja yah…” “Hehehe… oke deh kak…” yes! “Dasar!” Kak Amel pun lanjut meludah-ludah lagi ke dalam mulutku. Meskipun dia bilang satu menit, tapi intensitasnya malah semakin cepat. Aku yang jadi pemancar menerima ludahnya yang bertubi-tubi masuk ke mulutku .

Kak Amel malah tertawa-tawa melihat aku yang kelagapan. “Hihihi… rasain kamu dek… mesum sih… hihihi” Ugh… kak Amel. Aku rasa aku tidak perlu serapan lagi nanti, air ludah kak Amel ini saja rasanya sudah cukup. Tidak ada yang lebih nikmat dari cairan tubuh kakakku ini. Aku benar-benar tergila padanya. “Udah sana keluar!”ucap kak Amel“Iya iya…” “Eh, ingat dek, kalau di depan papa mama jangan aneh-aneh kamunya ya” serunya mengingatkanku. Aku hanya membalas membentuk tanda ‘ok’ dengan tangan.

Aku lalu ke kamarku setelah itu. Bersiap menghabiskan hari ini seperti kemarin. Yang mana kami berperilaku sebagai kakak adek yang normal di hadapan orangtua kami. Kak Amel juga kembali berpakaian sopan dan tertutup. Setelah kami pulang sekolah. Aku ingin bermesraan lagi dengannya. Anehnya justru karena kehadiran Mama Papa kami di rumah aku malah ingin merasakan sesuatu yang lebih.

Aku ingin melakukan hal yang lebih gila lagi bersama kak Amel. Ketika kami baru masuk rumah, aku langsung memberi kode pada kakakku untuk mencuri-curi kesempatan untuk melakukan hal itu lagi, tapi dia belagak bodo dan tidak mempedulikanku. Malah justru mengerjaiku. “Ma… Pa.. tadi adek ngebut bawa motornya” teriaknya seenaknya aja ngomong. “Gak Ma, kak Amel bohong tuh…” balasku membela diri. “Ngebut gitu, hampir nabrak anak kucing lagi” balasnya lagi. “Mana ada!” “Sudah… kalian ini memang ribut terus kerjaannya. Kamu Yogi, jangan ngebut-ngebut bawa motor. Kan sudah berkali-kali papa bilang…” “Tapi kan aku gak ngebut Pa… Ma…” Hiks… Sialan kak Amel. Dia asik menahan tawa sambil menuju dapur. Aku telanjangi baru tahu rasa nanti! “Masak apa Bu?” tanya kak Amel sambil membuka tudung saji. “Wah, rendaaaaaang” teriaknya girang lalu mencolek bumbunya .

“Amel! Kamu ini main colek aja, ganti dulu bajumu sana!” suruh mama pada kak Amel. Hahaha, rasain tuh. Lagian kakakku ini emang sama sekali gak pandai masak sih, beruntung mama tiap pulang ke rumah selalu memasak masakan yang sangat enak. “Habisnya kelihatannya enak sih…” dia memeletkan lidah bergaya imut. Kak Amel lalu menuju ke dalam ruangan. Akupun kemudian juga menyusul kak Amel, papa mama melihat aku masuk ke sana. Aku dari dulu memang sering main ke dalam kamar kak Amel, jadi hal itu biasa saja bagi Papa Mama. Tapi tentunya yang ingin saya lakukan adalah sesuatu yang tidak pernah Mama Papa bayangkan.

Bukan sesuatu yang biasa dilakukan kakak adik kandung. “Adeeeek… ngapain kamu ikut ke kamar kakak? Ada papa mama lho di luar” bisiknya keras. “Biarin aja kak.. Pengen nih…” jawabku. Aku sadar ini sangat beresiko kalau aku melakukannya siang bolong begini saat orang tua kami ada di ruang tengah. Tapi aku tak tahaaan. “Kok dek? Gak tahan yah?” “Iya kak…pengen itu..” “Pengen apa?” tanyanya senyum-senyum manis. “Pengen ngentotin mulut kakak lagi… boleh gak kak? hehe” ujarku berani berkata lancang. Sebuah permintaan yang sangat tidak pantas dipinta oleh seorang adek laki-laki kepada kakak kandungnya. “Yang keras dong ngomongnya… gak kedengaran nih…” Duh, kak Amel mempermainkanku. Apa dia sengaja biar dengar Papa Mama? Nakal banget sih kak Amel!? Tapi akupun benar-benar kembali ucapanku .

“Mengen entotin mulut kakak!” kataku lagi sedikit lebih keras. “OH… PENGEN ENTOTIN MULUT KAKAK??” Ya ampun kak Amel! Dia berkata begitu dengan suara yang lantang dan lebih keras dari yang aku ucapkan tadi! Dia ternyata benar-benar mencari masalah dengan mengatakan seperti itu keras-keras! Kalau kedengaran Papa Mama gimana coba!? Jantungku serasa mau copot, tapi sepertinya orangtua kami tidak mendengar. Mungkin karena suara tv yang lumayan keras. “Kak… apa-apaan sih? Jangan keras-keras dong suaranya…” “Hihihi… biarin” jawabnya dengan santai, aku meskipun tahu kalau dia juga benaran takut ketahuan. Aku yakin dia juga dag-dag-dag jantungnya karena ulahnya sendiri itu.

“Terus, jadi gak nih kamunya genjotin mulut kakak?” tanyanya lagi masih dengan suara keras. “Duh… Kak… pelanin dong suaranya”

Ya ampuuuun.

Dia sepertinya senang betul melihat aku panik begini, sampai tertawa cekikikan semuanya.

“Kalau berisik nanti mulutku sumbat nih” lanjutku lagi. “Hahaha, sumbat pake apa emangnya? Pake burungmu? Nih, coba aja kalau berani…” godanya dengan nada bicara nakal lalu bersimpuh di lantai kamar. Dia menantangku! Aku langsung membuka celanaku dan menuju ke arah kakakku itu. Tanpa menunggu lagi segera kumasukkan penisku ke dalam mulut. Dia seperti berteriak kecil saat mulutnya tersumpal. Justru bikin aku tambah bergairah aja. Akupun menggenjotnya sambil kakakku ini masih mengenakan seragam sekolahnya, bahkan dengan jilbab yang masih menempel di kepalanya.

Kamipun kembali melakukan perbuatan kami tadi malam, dan lagi-lagi hanya selembar pintu yang membatasi kami dengan orang tua kami. Bedanya kali ini aku dan kak Amel lah yang ada di dalam kamar. Di dalam kamar yang tidak terkunci yang bisa dimasuki kapanpun oleh Orang tua kami. Memikirkan hal itu lagi-lagi membuat aku semakin horny. Rasanya aku beneran pengen lanjut menelanjanginya saat ini juga, tapi…

“Kaaaak… Adeeeek….gak makan dulu?” teriak Mama tiba-tiba dari ruang tengah. Aku dan kak Amel saling memandang karena kaget. Kak Amel malah memandangku dengan penisku yang masih tersumpal di mulut. Tapi anehnya rasa takut ketahuan ini semakin membuat perasaanku gak karuan. Kak Amel sepertinya juga merasakan demikian karena ternyata dia malah terus mengulum dan mengocok pelan penisku dengan mulutnya, tidak menjawab panggilan Mama.

“Kak.. mama tuh…” ujarku mulai panik karena kak Amel tidak menjawab. Kalau Mama menyusul ke kamar gimana coba. Tapi dianya malah menggelengkan kepala seakan berkata tidak akan melepaskan penisku. “Kak… Adeeekkk.. Kalian lagi ngapain sih di dalam?” teriak mamaku lagi. Duh! Aku betul-betul dibikin jantungan. Aku dapat merasakan nafas kakakku yang terasa semakin berat pada penisku yang masih di dalam mulutnya.

Jelas kalau dia juga merasa deg-degkan karena situasi saat ini, namun dia masih belum melepaskan penisku dari mulutnya. Tapi… kalau terus nekat kami benar akan ketahuan! “Kak!” seruku lagi. Barulah kak Amel mau melepaskan kulumannya. “Iya Ma… bentar… adek nih gangguin aja” teriak kak Amel akhirnya menyyahut mama. “Yogi, masak baru pulang kamu langsung gangguin kakakmu! Ayo makan dulu sini” teriak mama memarahiku.

Tentu saja mama tidak tahu apa yang sebenarnya aku lakukan pada kak Amel di dalam ruangan. Saya tentunya tidak menginginkan aksi kami ini ketahuan. Apalagi oleh Mama dan Papa kami sendiri. sepertinya bermaksud melakukan ini harus segera kami sudahi. Kulihat wajah kak Amel di bawah. Aku dapat melihat dari matanya kalau dia juga tidak ingin ini cepat berakhir. Seakan tidak rela kalau aku tidak mendapatkan kepuasan.

“Dek…” “Ya kak…” “Kamu genjotin mulut kakak gih… Kamu genjotin terdekat dan secepat mungkin” ucapnya yang mengejutkan tapi juga senang bukan main. “Hah? Boleh kak? Gak apa?” “Iya… buruan! Kalau kelamaan ntar mama datang” “I-iya” Tunggu apa lagi. Aku yang memang menahan nafsuku kembali memasukkan penisku ke mulut kakak kandungku sendiri. Menyodok kak Amel sedalam mungkin sampai mentok di kerongkongannya, lalu menggoyangkan pinggulku sekencang-kencangnya dengan nafas memburu seakan ingin mengeruk isi perut kakakku ini .

Sebuah pemandangan yang tak lazim tentunya bila dilihat oleh orang lain, terutama orang tua kami. Kak Amel yang sopan, berpakaian rapi dan tertutup seperti saat ini, sedang digenjot mulutnya dengan kasar oleh adek kandungnya sendiri! Ah… gila, yang kami lakukan sekarang sungguh gila! Tidak sampai satu menit kemudian akupun mencari spermaku di kerongkongan kakak Amel ini. Tapi berbarengan dengan itu kak Amel juga muntah. Sepertinya dia tidak tahan karena sodokanku yang kencang dan di dalamnya. Wajahnya memerah keringat, napasnya terputus-putus. Dia tampak bersusah payah mengumpulkan napasnya sebelum melihat kembali dan berusaha tersenyum dengan manis.

Kakakku benar-benar kakak tercantik dan sangat imut, aku beruntung mempunyai kakak perempuan seperti dia. Setelah kak Amel membersihkan muntahannya dengan pakaian kotornya, kamipun keluar kamar kak Amel untuk makan. Tidak ada sumber daya yang sama sekali dari orang tua kami. Yang ada aku yang dimarahi karena dianggap mengganggu kak Amel di dalam kamar. “Dek, kalau setelah ini kamu pengen bikin kakak muntah-muntah lagi boleh kok, hihihi” bisiknya pelan yang membuat jantungku berdebar lagi. Entah kenapa semakin lama Mama Dan Papa kami ada di rumah, malah jadi pemancing aku dan kak Amel untuk semakin nekat mencoba hal yang lebih gila dan pembohong. Itu karena sensasi sembunyi-sembunyi itu kali ya, apalagi orang tua mereka adalah kami sendiri.

Tentunya mereka tidak akan menyangka hubungan anak-anak mereka segila ini, terutama kak Amel yang bagi mereka adalah anak yang paling penurut dan baik perangainya. Aku sesering mungkin meminta ingin berbuat mesum pada kak Amel. Semuanya dituruti kak Amel tanpa keberatan. Bahkan lebih banyak dia yang menawarkan padaku. Kami curi-curi kesempatan untuk melakukan berbagai aksi seks. Mulai dari hanya cium-cium dan gerepe-gerepe, tukaran air liur, sampai genjotin mulut kak Amel hingga dia muntah-muntah. Semuanya kami lakukan diam-diam di belakang Orang tua kami, tapi malah berharap seolah-olah mereka melihat apa yang kami lakukan.

Seperti sekarang ini, saat malam waktu Papa Mama sudah tidur aku lagi-lagi menyusul kak Amel ke kamarnya. Senang banget ketika aku masuk aku langsung disambut senyum manis kakakku yang imut ini. Busananya juga sangat menggiurkan. Dia mengenakan pakaian favoritku, kemeja putih lengan panjang dengan beberapa kancing di atasnya terbuka, tanpa celana dan CD tentunya yang lagi-lagi membuat vaginanya terekspos bebas.

“Kak Amel memang kakak yang paling cantik dan imut” ucapku sambil memperhatikan kakakku dari atas hingga bawah. “Huuu… sok muji-muji, paling di pikiranmu cuma ada pikiran cabul sekarang, iya kan dek?tanya kakaku hihihi” “Hehe, tapi kakak memang cantik banget kok… Aku beruntung banget punya kakak kayak kak Amel” pujiku tak ada henti-hentinya dia. Kakakku ini memang pantas dipuja-puji. “Iya deh makasih.

Kan emang khusus buat kamu, adeknya kakak yang paling mesum” Ugh… kak Amel memang sangat baik. Akupun langsung menyeretnya ke ranjang dan menghimpit tubuhnya, sampai-sampai lupa menutup pintu kamar terlebih dahulu. Dia sendiri sepertinya tidak mempermasalahkannya. Bahkan mengatakan sesuatu yang membuat saya terkejut tapi juga sangat bersemangat.

“Dek, pintunya gak usah ditutup aja yah malam ini, dibuka aja terus” “Hah? Gak ditutup?” “Iya… terus lampunya juga jangan dimatikan. Pokoknya tetap begini sampai subuh nanti. Oke?” “Eh, i..iya kak..” “Berani gak kamu?” “Be-berani kok…” Dadaku berdebar membayangkannya. Aku juga dapat merasakan sensasi berdebar seperti diriku. Itu karena sensasi nekat yang kami lakukan. Mesum dengan pintu yang akan terus terbuka sepanjang malam! Yang mana kalau orang tua kami keluar kamar, maka habislah sudah .

Akupun mencium kak Amel habis-habisan di atas tempat tidurnya. Wajahnya, bibirnya, hingga lehernya jenjangnya. Namun sesekali aku masih tetap melirik ke arah pintu karena aku masih juga merasa was-was. “Adek….Biar aja” ujar kak Amel menolehkan kepalaku lagi ke wajahnya. Kak Amel berusaha tenang dan menyuruhku untuk tidak menghiraukan pintu yang terbuka. “Nghh….Kak Amellll” akupun mencium kak Amel lagi.

Aku sungguh gemas dengan kakakku ini. Dia betul-betul menunjukkan sisi nakalnya hanya aku, adek kandungnya sendiri. Sesuatu yang tidak pernah diketahui oleh orang lain, apalagi orang tua kami. Aku berhenti sejenak untuk melepaskan seluruh pakaianku hingga telanjang bulat. Kak Amel senyum-senyum melihat aku yang tampak bersemangat. Aku lalu kembali menindih kak Amel dari atas. Menjamah tubuh seksi kakak kandungku yang masih mengenakan kemejanya.

Menciumnya, merabanya, serta menggesek-gesekkan penisku ke pahanya. Aku berusaha menuruti omongannya untuk tidak menghiraukan pintu yang terbuka meskipun tidak kembali. Namun memang dengan pintu yang terbuka begitulah aku semakin nekat berbuat cabul. Kakakku memang pintar membangkitkan nafsuku. Aku semakin ingin melakukan sesuatu yang lebih bersama kak Amel. Aku ingin menyetubuhinya.

Tapi apakah kak Amel sampai senekat itu membolehkan aku bersetubuh dengannya?? Karena selama ini bila kami melakukan hubungan sex dia selalu mengingatkanku agar jangan sampai terjadi ML. Dia selalu menjaga jarak penisku dengan vaginanya. Aku tahu kalau kami berdua sudah sama-sama terbawa nafsu sekarang. Dia ikut menggerakkan pinggulnya ke depan-mundur seirama mentransformasikan penisku ke pangkal pahanya. Tingkah kak Amel seperti mau meski tak mau. Kak Amel juga mengerang-ngerang memanggil namaku. Terutama menyebut Orang tua kami, entah apa maksudnya .

Aku mencoba tetap seperti biasa dengan hanya sekedar menggesek-gesekkan penisku di sela-sela pahanya. Mencoba bertahan meskipun penisku sudah gatal ingin masuk ke liang vagina kakakku itu. “Kak… aku pengen ngentotin kakak dong…” “Hmm??” gumamnya memandangku sayu. “Aku pengen ngentot sama kak Amel” kataku lagi dengan dada berdebar. “Gak boleh” ucap kak Amel “Yah kak tolong…” “Kamu ini… segitu pengennya yah kamu ngentotin kakak kandungmu sendiri?” “Iya kak… pengen…” ujarku sambil mempercepat akselerasi penisku di pangkal pahanya.

Aku ingin dia tahu kalau aku memang sudah sangat bernafsu padanya. “Gak boleh.. dosa adekku” tapi malah menyeimbangkan gerakan pinggulku. “Ngmmh… kak Amel… kumohon…” “Kamu ini, bandel banget sih Boleh masuk!” “Gak tahan nih kak… Pengen banget rasain ngentotin kak Amel” “Kalau Papa Mama ngelihat gimana coba?” tanya kak Amel sok takut ketahuan. “Itu urusan nanti kak, yang penting kita ngentot dulu yuk” kataku lalu menghentakkan pinggulku berharap penisku masuk, tapi meleset. “Adeekkk… ih, kamu ini” “Tolong kak…” “Hmm… kamu selipin dikit aja yah… Cuma kepala Penismu aja” katanya kemudian.

Yah… kok cuma kepala penis aja sih? Aku kan pengen masukin penisku ke vagina kak Amel semuanya. Tapi ya sudah lah dari pada gak sama sekali. Mungkin aja nanti kak Amel berubah pikiran. “Iya deh kak…” jawabku. Kak Amel membalas dengan senyuman manis sambil mencubit hidungku. Aku lalu bangkit dan mengambil posisi di depan selangkangannya. Ku buka kaki kak Amel lebar-lebar dan kutekuk.

Dengan dada yang sangat berdebar-debar ku arahkan kepala penisku menuju ke vaginanya. Ku lihat wajah kak Amel, dia melihat dengan wajah sayu berusaha tersenyum padaku. Senyum yang juga sebagai isyarat kalau jangan sampai nyelip masuk. Perlahan-lahan kutekan kepala penisku hingga masuk ke liang vagina kak Amel. Akhirnya aku dapat merasakan lagi hangatnya vaginanya meskipun hanya kepala penisku saja yang masuk. Rasanya sungguh luar biasa .

Dari posisi ini saya bisa melihat semua keindahan ini dengan jelas. Mulai dari wajahnya yang cantik dan imut itu, lalu kemeja asal-asalan yang menampilkan belahan dada yang indah serta putingnya yang nyemplak, hingga vaginanya yang sedang dimasuki kepala penisku. Kakakku betul-benar sempurna. Kakak tercantik dan terbaik yang pernah ada. “Kok dek? Kok diam?

Goyang-goyangin dong… entotin kakak, tapi cuma kepalanya aja yah… hihihi” ujar kak Amel menyadarkanku. “Eh, i..iya kak…” “Lamunin apa sih kamu? Udah nyelip masa’ dianggurin sih??” “Hehehe, kakak cantik banget sih… nafsuin, aku sampai kelupaan” “Hahaha, dasar” sambil tersenyum lagi-lagi mencubit hidungku. Ugh, kak Amel sungguh bikin aku gemes. Sungguh kakak yang nafsuin.Seperti yang dia suruh, akupun mulai menggoyangkan pinggulku di dalam liang vaginanya.

Sensasinya sungguh luar biasa. Suasana menjadi panas dan tubuh kami sudah mulai berkeringat. Cukup lama aku aku mengocok penisku di sana sambil menyebut-nyebut nama kak Amel. Kak Amel sendiri juga sepertinya sudah terbawa suasana. Dia merintih-rintih manja sambil menatap mataku, tentunya membuat aku semakin bernafsu. Bikin aku gak tahan untuk betul-betul menghujam penisku seluruhnya ke vaginanya dan muncrat di dalam sana.

“Nghh… kak Amel… kakak kandungku” “Iya adekku… terus dek… entotin kakak kandungmu ini” “Kak… pengen masukin semuanya…” “Jangan dek” Ugh… kak Amel tega. Padahal aku berharap kak Amel akhirnya membolehkan penisku masuk semuanya. Mana aku udah mau klimaks pula. Tapi aku belum menyerah. Ku lepaskan penisku sebentar. Aku ingin nyelip-nyelip penisku dari belakang. “Ngapain sih dek? Mau ganti gaya? Tapi mau gaya apapun tetap nggak boleh masukin semuanya ya!” lagi yang benar-benar tahu isi pikiranku .

Aku tidak menjawab dan hanya menjawab, dia juga membalas dengan tersenyum. Aku lalu ikut tiduran dan memeluknya dari belakang. Ku masukkan kepala penisku lagi, kali ini dari belakang melewati pahanya. Sehingga dengan demikian kepala penisku masuk ke dalam vagina kak Amel, sedangkan batangku bisa merasakan mulusnya kulit paha kakakku ini. Belum lagi dikirimkan yang bisa dengan bebasnya bergeriliya menggerayangi buah dada kakakku dari balik kemejanya. Aku benar-benar tidak kuat! Posisi kami sama-sama menghadap ke arah pintu. Perasaan deg-degan takut ketahuan malah membuat nafsuku semakin melayang. Berkali-kali aku terus berusaha agar penisku masuk lebih dalam ke liang vaginanya.

Anehnya kak Amel malah merespon positif goyangan pinggulku yang semakin berusaha memasukkan penisku seutuhnya ke vaginanya, padahal tadi dia berkata agar berhati-hati. Duh, kak Amel ini. Apa dia juga merasakan hal yang sama denganku? Entah kak Amel menyadarinya atau tidak, sedikit demi sedikit aku semakin berusaha memasukkan penisku lebih ke dalam vaginanya. Kalau tadi penisku keluar masuk hanya sebatas kepala. Kini sudah keluar masuk sampai sebatas leher penis. Aku semakin nekat. Sekarang bahkan sudah hampir setengah batang penisku yang keluar masuk. Aku merasakan ada yang mengganjal kepala penisku di ujung sana. Apakah itu selaput daranya? Memikirkannya aku jadi tambah penasaran dan tambah nafsu. Goyanganku semakin cepat.

“Adeeeek! Kamu pengen ngentotin kakak!?” teriakannya pelan tiba-tiba. Tapi aku sudah tidak peduli. Aku sudah benar-benar terbawa nafsu. Aku ingin ngentotin kak Amel. “Nghh….Kak Amel…ngentot…ngghhh…”racauku. “Adeekk! Kita itu saudara kandung. Kamu mau ngentotin kakak sendiri hah? Kamu pengen hamilin kakak!?” protesnya lagi dengan suara yang semakin kencang. Saya benar-benar tidak peduli dan semakin mencoba masuk lebih dalam. “Pa… Ma… llihat nih adek nakal, masa’ kakaknya sendiri mau dientot… Pa.. Ma… lihat!” lagi yang malah membuat perasaanku tak karuan. Dia memprotes tapi malah dengan ucapan seolah mengajak Papa Mama melihat aksi kami. Mana aku mau berhenti mencoba. Yang ada aku semakin hayut terbawa nafsu.

“Ugh… kak Amel… aku masukin yah semuanya” “Kalau kamu emang mau kakak jitak ya masukin aja!” jawabnya sok jutek. Dia hanya mengancamku dengan jitakan. Kalau begitu lebih baik ku entotin saja dia. Dengan sepenuh tenaga akupun menghujam seluruh penisku dalam vaginanya. “Jlebb” penisku masuk… penisku masuk seluruhnya ke vagina kakak kandungku sendiri. Akhirnya! “Adeeeekkkk! Sssshhh… sakiiiitt.. Kok beneran kamu masukin sih!” katanya kesal sambil mencubit pinggangku. Suaranya cukup keras yang bisa saja membangunkan Papa Mama. Ku lihat mata kak Amel berair.

Sepertinya dia merasakan perih. Aku baru saja mengambil keperawanan kakak kandungku sendiri! Tampak ada darah yang mengalir keluar dari sana. “Kak…” Aku kini jadi takut dia marah. Dia hanya diam selama beberapa saat. “Awas kamu ntar…” ucapnya lirih sambil memasang wajah kesal, namun kemudian berusaha tersenyum padaku. Seakan meyakinkanku kalau tidak apa-apa dan mempersilahkanku untuk melanjutkan. Aku senang bukan main. Aku yang memang sudah sangat bernafsu kembali menggenjot kakak kandungku ini. Kali ini dengan penisku yang sudah benar-benar masuk ke vaginanya.

Aku melakukannya dengan pelan, tapi semakin lama menjadi semakin cepat. Aku betul-benar menggunakan kesempatan ini untuk mereguh kenikmatan yang sudah lama aku dambakan. Tidak peduli namun kemungkinan aksi kami akan dipergoki orang tua kami. “Pa… lihat, kak Amel yang kalian kenal sopan sedang ngentot dengan adeknya sendiri” kataku ngasal sambil terus menggenjot. Kak Amel yang mendengar ucapanku itu malah tertawa pelan, bahkan dia juga ikut-ikutan. sepertinya rasa perih yang dia rasakan sudah mulai hilang. “Lihat Ma… lihat, anak-anak mama sedang berzinah ria sekarang,” ucapnya. “Pa… Ma… boleh kan aku hamilin kakak sendiri” kataku lagi. “Adek.. kakak, kalian ngapain!?

Masak ngentot-ngentotin gitu sih!” ujaran kak Amel meniru gaya bicara mama. Kakakku benar-benar nakal! Kak Amel yang tadinya menolak-nolak mau kini sudah benar-benar tampak dengan senang hati disetubuhi olehku. Kami sama-sama telah terbawa nafsu. Sambil terus ngentot, kami terus meracau tak jelas. Tertawa cekikikan di tengah kenikmatan tiada tara. Apalagi wanita itu cantik kak Amel.

Dia tampak semakin cantik dengan posisi disetubuhi dari belakang olehku. Wajahnya mengkilap oleh keringat. Kemeja yang dia kenakan mulai basah oleh keringatnya sendiri. Membuatnya terlihat semakin seksi. Membuatku semakin bernafsu dengannya. Aku ingin Muncrat! Aku tidak tahan dengan rangsangan super hebat ini. “Kak Amel… aku keluarin di dalam yah…” pintaku sambil menggoyankan pinggulku makin cepat, begitupun kak Amel yang juga ikut menyeimbangkannya seakan membantuku untuk menyambut orgasme kami. “Bandel benarkah kamu dek… kamu nafsu sama kakak sendiri?” “Iya kak…” “Pengen kamu entotin terus?” “Ngh… iya” “Pengen hamilin kakak kandungnya sendiri? Ya udah.. hamilin gih..” ucapanya dengan centil. Membuat aku tidak tahan lagi! Crootttt crotttt….

Spermaku muncrat berkali-kali. Rahim Kak Amel ditembaki bertubi-tubi oleh benih adeknya sendiri. Ku keluarkan semuanya sampai tubuhku kelojotan. Ini merupakan orgasmeku yang paling luar biasa, orgasme di dalam vagina kak Amelku yang cantik. Aku langsung berbaring lemas di situ. Nafas kami sama-sama berat dan terputus-putus.

“Adek…” panggilannya tidak lama kemudian. “Ya kak?” “Sini deh…” panggilannya sambil tersenyum manis. Akupun mendekat ke arahnya. JITAAAAAAK! Dugh, keningku kena jitak olehnya. Sakit! Ternyata ucapannya tadi memang benar kalau dia bakal menjitakku. “Rasain! Itu karena sudah berani ngentotin kakak!” “Ugh.. sakit tau kak” Dia mendekatiku sekali lagi, aku pikir dia akan menjitakku lagi, tapi…

“Cup” Dia mencium keningku. “Dan itu karena kakak sayang kamu” sambil tersenyum manis. Ih… kak Amel. Aku merasa melayang-layang karenanya. Rasa sakit yang tadi ada kini tak terasa lagi. Langsung ku dekap dirinya jatuh ke atas badanku. Ku peluk erat dirinya. Dia juga membalas memelukku. Aku sungguh sayang kakakku. “Dek…” “Iya kak?” “Ngaceng lagi?” “Hehe… iya nih… boleh satu ronde lagi gak?” “Hmm… iya deh… dasar” katanya sambil tersenyum. Kamipun melakukannya sekali lagi sebelum tidur. Kali ini kak Amel membuka kemejanya yang telah basah oleh keringat itu.

Kami sama-sama telanjang bulat sekarang. Ngentot-ngentotan sambil pintu kamar terbuka dan lampu menyala. Bersetubuh sambil tukar-tukaran air liur dan saling menjilati keringat yang membanjir. Aku kembali muncrat di dalam vaginanya. Aku benar-benar ingin menghamili kakakku. Subuhnya aku dibangunkan kak Amel. Ini sebenarnya sudah agak telat, tapi untung Orang tua kami masih belum bangun. Rencananya aku ingin langsung kembali ke kamarku, tapi melihat kak Amel yang bugil polos membuat nafsuku bangkit. Kamipun bersetubuh lagi subuh itu. Aku bahkan meminta hal yang cukup gila. “Pipis di dalam vagina kakak? Gila kamu” tanyanya terkejut mendengar permintaanku. Aku sendiri tak tahu dari mana bisa mendapatkan ide ini. Terlintas begitu saja. Keinginan untuk melakukan hal yang lebih gila dengan kakakku lah yang menjadi pendorongnya.

“Iya kak… kebelet nih..” “Iya… tapi masa gitu sih?” “Penasaran aja kak… mau yah kak, sekali ini saja” “Duh… kamu ini ada-ada aja. Hmm… iya deh… kakak ikutin fantasimu! Tapi jangan di atas kasur yah… ntar repot bersihinnya, bisa ketahuan mama ntar” “Oke deh kak…” Kamipun turun dari kasur dengan penisku tetap berada di vaginanya.

Kami mendekati lemarinya kak Amel, lalu ngentot berdiri sambil melihat bayangan kami yang ada di cermin. Tampak kakakku yang cantik, dengan tubuh indah dan kulit putih mulus sedang disetubuhi olehku. “Aku pipis yah kak…” ujarku sambil menatap melalui cermin. Diapun mengangguk tersenyum manis mengiyakan sambil juga melihat ke belakang. Ugh… sungguh cantik. Akupun mengerahkan seluruh tenagaku untuk kencing. Serrrrrrrrr….. air seniku mulai keluar di dalam vaginanya. “Dek…” “Iya kak?” “Kita pipis barengan aja deh…” “Hah?” Ku lihat kak Amel juga suka mengejan.

Kak Amel juga kencing sewaktu aku kencing di vaginanya. Sambil aku terus kencing aku juga menggoyang-goyangkan pinggulku menggenjot vaginanya hingga membuat air seni kami menghambur kemana-mana. Sungguh bukan pemandangan yang biasa dilakukan oleh saudara kandung. Apa jadinya kalau Papa Mama terbangun sekarang dan melihat ulah kami. Sungguh hangat saat air seni kami bercampur di dalam vagina kak Amel. Aku melihat senyum lega kak Amel seperti diriku melalui cermin. Setelah itu kami terus ngentot sampai akupun muncrat lagi di dalam vaginanya.

Rahimnya kini bercampur air seni kami dan juga pejuku. Barulah kemudian aku kembali ke kamarku. Sebenarnya aku mau membantu mengelap ceceran air kencing kami di lantai, tapi kata kak Amel gak usah. Kak Amel memang baik. Tentunya tidak hanya hari itu saja kami bersetubuh dan melakukan perzinahan sedarah ini. Namun terus-menerus tiap malam setelah Papa Mama tidur, bahkan pernah kami curi-curi kesempatan melakukannya di siang hari waktu mereka tidur siang atau nonton tv. Seandainya kami orangtua melihatnya! Kami juga melakukan hal yang semakin gila, seperti saling mengencingi satu sama lain. Aku mengencingi tubuh kak Amel, dia juga mengencingi tubuhku. Sensasinya benar-benar luar biasa. Kami melakukkannya di kamar mandi .

Tapi pernah juga sekali waktu itu aku mengencingi kakak kandungku ini di kamarnya. Membuat wajahnya, tubuhnya, serta lantai kamarnya menjadi pesing oleh kencingku. Mengencingi kakak sendiri? Gila bukan? Dan kini, orang tua kami akan kembali ke kota XX untuk mengurus kerjaan. Meninggalkan kami berdua di rumah ini. “Kalian akur-akur yah… jangan ribut terus” ujar Mama. “Dek, jaga kakakmu, jangan kamu usilin terus, dengerin dia ngomong” nasehat Papa aku. “Sip Pa… aku pasti bakal jagain kakakku kok…” ujarku sambil tersenyum pada kak Amel.

Tentunya hanya kami berdua yang tahu maksud ucapanku ‘jagain kakakku’ itu. “Ya sudah… jaga diri kalian baik-baik yah…” “Iya….Bye… Pa… Ma..” pamit aku dan kak Amel pada orang tua kami. Merekapun berangkat dengan mobil. Aku dan kak Amel lalu saling pandang. “Dek… sekarang kita cuma berdua nih di rumah, bebas… hihihi” “Iya kak, hehehe…” “Yuk dek masuk” sambil menarik membawaku masuk ke dalam rumah. Pintu depanpun tertutup. Kalian tentu tahu bukan apa yang akan terjadi selanjutnya?? Hanya ada aku dan kakakku yang cantik ini di rumah.

Kalian pasti tahu bagaimana kami akan menghabiskan hari-hari kami selanjutnya bukan? Hehe… Ya… persetubuhan panas, pembohong, dan tiada henti, antara aku dan kakakku yang cantik, kak Amel. “Amel… Yogi… buka pintunya, itu kacamata Papa ketinggalan!” Waduh! Demikianlah Cerita HUBUNGAN PANA S

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *